JK. KOLAKA - Pemerintah Kabupaten Kolaka,Sulawesi Tenggara akan mengkaji aturan desa yang dikeluarkan oleh Kepala Desa Babarina Kecamatan Wolo terkait pelabuhan tambat labuh khususnya disektor pertambangan.
Bupati Kolaka Ahmad Safei yang di konfirmasi usai melakukan pertemuan dengan warga desa Babarina pada Rabu (27/6) lalu menjelaskan persoalan ini seharusnya yang bisa menjawab adalah Syahbandar mengenai tambat labuh.
Safei juga heran dengan tarif setiap kapal yang sandar dipelabuhan tambat labuh berkisar Rp10 juta sekali sandar yang dianggap sangat berlebihan dan
tidak masuk akal.
"Pemerintah daerah saja yang saat itu memungut Rp5.000 diberhentikan apalagi ini Rp10 juta," katanya dengan nada heran.
Namun persoalan ini kata dia masih dalam perdebatan sehingga pertemuan antara perusahaan pertambangan dengan warga yang dimediasi oleh Pemerintah Kabupaten tidak menemukan titik terang karena harus melihat aturan.
Safei juga menjelaskan eforia Kepala desa dengan lahirnya UU nomor 6 tentang kepala desa seakan-akan memiliki kebebasan serta kekuatan dengan tidak melihat lagi struktur yang ada.
Negara kata Safei dalam struktur Pemerintahan merupakan garis lurus,kalau dasarnya program pembangunan yang bersandar dengan aturan Pemerintahan dan selama ini Pemerintah Desa menerima dana ADD dan dana desa yang diberikan oleh Pemerintah.
"Yang jadi pertanyaan mereka mendapat dana desa uang darimana kalau bukan dari Pemerintah pusat kemudian dibagi ke setiap daerah," ungkap Safei.
Untuk itu kata Bupati dua periode itu akan membahas persoalan ini mengenai tambatan perahu apakah masuk kategori tempat sandar kapal memuat ore atau tidak dengan melibatkan Syahbandar.
Begitu juga dengan pelabuhan khusus (Jetti) yang saat ini berada dalam kawasan PT.Ceria yang diklaim milik masyarakat, Safei juga menjelaskan dihadapan wartawan pernahkah masyarakat bangun pelabuhan khusus.?
Pelabuhan khusus yang saat ini diklaim kata Safei masih milik Negara meskipun sudah ada aktivitas di dalamnya,nanti Negara memberikan hak kepada pengguna kalau sudah memiliki sertifikat atau hak guna usaha.
"Sepanjang itu semua belum keluar masih merupakan milik Negara,"jelas Safei menambahkan hingga kini surat itu belum ada.
Begitu juga dengan sisa pembayaran pergantian lokasi warga sebesar Rp1,3 miliar sejak tahun 2017 lalu hingga kini belum selesai,Bupati Kolaka mengaku kaget karena dalam pertemuan itu sempat terjadi perdebatan antara warga dan pihak perusahaan.
"Saya kaget juga dengan persoalan ini ternyata belum selesai sehingga pihak Pemerintah harus turun tangan dan mencari tahu kebenarannya," ungkapnya.
Warga Babarina kata dia sempat pertanyakan kepada manajemen PT.Ceria untuk diminta pertanggungjawaban dana Rp 4 miliar dibayarkan kepada siapa sehingga saling berdebat.
Menurut pengakuan salah satu karyawan manajemen Ceria,Umar kata Safei dana itu sudah diberikan kepada salah satu perwakilan warga atas nama Ilham namun mengaku hanya di berikan daftar nama dan bukan dana.
"Sehingga saya mempertanyakan mana kuitansi asli penerimaan dana itu namun alasannya di ambil oleh pihak Reskrim," katanya. (red)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar